Temuan Belatung di Menu Sekolah mempertahankan kuota 501 siswa (kelas X dan XI) sebagai penerima MBG, meskipun terjadi insiden belatung.
Alasan: MBG bukan program berbasis kemiskinan, melainkan bagian dari layanan gizi sekolah.
Siswa tidak diwajibkan mengambil MBG jika tidak ingin menerimanya.
Perbaikan Kualitas Makanan
Sekolah dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sepakat meningkatkan kualitas makanan, termasuk:
Guru mendampingi siswa saat makan untuk memantau kualitas.
Rekomendasi menghindari menu lele utuh setelah insiden belatung.
SPPG akan mengolah lele dalam bentuk fillet (daging tanpa tulang/tulang) untuk meminimalkan risiko kontaminasi.
Respons Terhadap Insiden Belatung
Insiden terjadi pada 24 Juli 2025, ketika seorang siswa menemukan larva dalam lauk lele. Video temuan tersebut viral di media sosial.
SPPG (di bawah Yayasan Al Fath Islamic Center) mengakui bahwa menu lele adalah percobaan pertama untuk MBG.
Meski terjadi masalah, SPPG tetap akan menyajikan lele tetapi dengan pengolahan berbeda (fillet) untuk memastikan kebersihan.
Baca Juaga : Pelapor Cabut Laporan Kasus Video AI Umrah ke Borobudur, Polisi Belum Setop Penyidikan
Preferensi Siswa dan Saran Perbaikan
Siswa cenderung lebih suka makanan kering karena praktis dan bisa dibawa pulang.
Kepala sekolah (Bruder Totok) menyarankan agar SPPG menyediakan makanan kering tidak hanya pada hari Jumat.
Status SPPG dan Distribusi Makanan
SPPG berlokasi di Dusun Ngaglik, Muntilan (1,5 km dari sekolah).
Yayasan Al Fath Islamic Center sebagai penanggung jawab SPPG menyatakan komitmen untuk memperbaiki kualitas olahan.
Kesimpulan
SMK Pangudi Luhur tidak menghentikan program MBG tetapi melakukan penyesuaian:
Mempertahankan kuota penerima.
Meningkatkan pengawasan dan kualitas makanan.
Mengubah metode pengolahan lele (fillet) untuk menghindari kontaminasi.
Memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih mengambil MBG atau tidak.
