MAGELANG – Meriahnya Ruwat Rawat Menoreh Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, menggelar Ruwat Rawat Menoreh (RRM). Event ini menjadi sarana promosi dan kampanye pangan lokal yang dikonsumsi di Desa Ngargoretno.
Keberadaan Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman, Kabupaten sendiri lokasinya berada di Perbukitan Menoreh. Lokasi desa ini berbatasan langsung dengan wilayah Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Ruwat Rawat Menoreh V ini dimeriahkan kirab 7 gunungan yang berlangsung di Dusun Sipat, Karangsari I, Desa Ngargoretno. Adapun gunungan yang dikirab keliling dusun tersebut berupa sayur mayur dan palawija.
Adapun tanaman palawija yang menjadi pelengkap gunungan di antaranya seperti ketela, jagung, talas, ganyong atau dikenal warga setempat midro. Selain itu, ada gunungan berupa hasil olahan umbi-umbian itu.
Menariknya, di sela-sela gunungan yang diarak tersebut diberi bungkusan uang kertas. Besaran uang kertas bervariasi ada yang pecahan Rp 2.000, Rp 5.000 dan Rp 10.000.
Adapun tujuh gunungan tersebut setelah dikirab keliling kampung, kemudian dibawa menuju rumah kepala dusun. Di lokasi tersebut ketujuh gunungan diperebutkan warga.
“Ruwat Rawat Menoreh yang dilangsungkan di Karangsari I, Desa Ngargoretno. Ini sebagai ungkapan rasa syukur untuk merawat dan ngruwat yang ada di kawasan Perbukitan Menoreh,” kata Ketua Panitia, Soim kepada wartawan di lokasi, Sabtu (13/9/2025).
Baca Juga : Massa Aksi Kamisan Magelang Bagikan Nasi Bungkus di Alun-alun

“Ini dengan tema memetri wiji ngrumat karang kitri, bagaimana kita melestarikan keragaman hayati dan mengangkat bahan pangan lokal. Yang masih menjadi bahan makanan pokok warga di kawasan Lereng Menoreh,” sambung Soim.
Pangan lokal itu berupa umbi-umbian dan biji-bijian yang seluruhnya hasil bumi kawasan Menoreh.
“Baik itu singkong (ketela), tales, waluh, banyak macam yang dikumpulkan dari warga,” ujar Soim.
Hal senada ditambahkan Kepala Desa Ngargoretno, Dodik Suseno.
“Ruwat Rawat Menoreh di Desa Ngargoretno intinya bagaimana kita merawat wilayah Perbukitan Menoreh supaya tetap lestari, kecukupan pangan dan bumi tetap hijau,” ujar Dodik.
Dia mengatakan gunungan itu merupakan hasil panen dari warga yang ada di Lereng Menoreh.
“Kita buat gunungan dan diperebutkan di acara ini. (Uang di gunungan) Itu trik kita biar meriah lagi dikasih sedikit-dikit uang. Ada 7 gunungan itu pitu, falsafah Jawa pitu, pituduh,” katanya.
Salah satu warga, Nanik Kusuma, mengaku senang mendapatkan hasil rebutan dari gunungan. Pihaknya mendapatkan sayur mayur dan ketela maupun hasil olahan makan berupa gatot.
“Ini wujud syukur warga. Senang banget,” ujar Nanik.
Dalam kesempatan tersebut, hadir juga Program Manager Agro Ekosistem Yayasan Kehati, Puji Sumedi. Menurutnya, daerah memiliki otoritas untuk bicara soal pangan lokal dan memilih pangan lokalnya.
“Di Perpres 81 (Perpres No 81 tahun 2024) tentang sudah ada, di Permendagrinya juga sudah ada. Bagaimana kemudian daerah bisa mengutamakan untuk pangan lokalnya. Tetapi, kita coba melihat dari sisi kebijakan nasional coba bicara swasembada pangan kaitannya kok padi, jagung, kedelai. Hal-hal itu yang perlu kita lihat kembali ruang-ruang pangan lokal,” ujar Puji.
“Kalau nggak pangan lokal itu jadi romantisme, karena tidak didukung kebijakan. Nah, kebijakan itu kan luas dan bicara pangan bukan cuma Kementerian Pertanian, bukan cuma Badan Pangan. Dari Bappenas sedang menyusun roadmap untuk pangan lokal dan kami terlibat. Jadi banyak teman-teman di masyarakat sipil mengawal itu,” tegasnya.